Waktu itu, jalanan Jakal sedang ramai-ramainya. Maklum, malam minggu. Namun lucunya jalanan depan Mirota Kampus tidak terlalu ramai. Namun bukan itu yang ingin aku ceritakan.
Aku duduk di salah satu warung makan di sebelah barat Grha Sabha Pramana. Aku ingat betul aroma nasi goreng yang menguar dari wajan. Aku duduk menghadap timur, dan sudah jelas aku bisa memandang GSP dari sebelah sini.
Ada yang aneh. Kemarin, waktu aku pulang dari kampus, aku ingat betul warna lampu-lampu bulat yang berjajar mengitari GSP. Oranye, bukan? Aku yakin benar warnanya oranye, bukan putih, apalagi biru.
Tapi malam ini warna lampunya merah. Merah terang, seperti kalau kau menumpahkan cat merah ke bulatan-bulatan lampu.
Suasana sekitarnya jadi aneh. Cahaya merahnya membuat mobil-mobil yang parkir menjadi terlihat lebih remang-remang dari biasanya. Seperti di film-film hantu.
Aku pun bertanya pada bapak yang menjual nasi goreng.
“Lha, sik tetep oren, dek,”
Aku mengerjapkan mata. Mungkin kacamataku perlu diganti. Tetapi, memangnya bertambah minus bisa mengganti warna? Yang ada hanya pandangan yang mengabur.
Lalu aku baru sadar kalau lampu di warung nasi goreng ini juga merah. Bapak penjual nasi gorengnya juga merah. Mejanya juga.
Aku lalu jatuh dari kursi.