Ini pagi empat November. Sudah kuobrak-abrik kamar asramaku, tetapi kunci itu tidak bisa kutemukan. Kunci motor sialan dengan gantungan oli Top One berwarna kuning cerah itu seperti hilang ditelan bumi. Sudah keempat kalinya aku membalik selimutku, membalik buku-bukuku, dan entah keberapa kalinya aku memandangi rak di mana seluruh peralatan mandiku terletak. Tetap tidak ada. Kunci motor itu lenyap.
Sepertinya aku sudah mengeluarkannya dari saku kemarin, ketika aku pulang dengan keadaan basah kuyup. Sepertinya sudah kusatukan dengan permen-permen di saku, kuletakkan di lantai dekat tas punggung, sebelum aku menghilang ke kamar mandi untuk membasuh tubuh. Tetapi pagi ini aku tidak bisa menemukannya di mana-mana.
Setengah jam lagi kelas jam pertamaku akan mulai. Memang jarak antara asrama dan kampusku lumayan dekat, tidak akan memakan waktu lama jika berangkat sedikit terlambat dari waktu biasa aku berangkat ke kampus. Namun, ya Tuhan, kunci motor ini!
Sudah sering aku mengalami kejadian seperti ini di rumah. Ah, maksudku di rumahku, di kampung halaman, jauh di sebelah timur Jogjakarta. Tetapi bedanya di rumah, aku bisa mengambil kunci cadangan seenaknya, dan mencari kunci utama sepulang sekolah nanti. Biasanya aku akan diomeli, tetapi masa bodoh, yang penting aku bisa berangkat ke sekolah dan kuncinya pasti akan kutemukan nanti sepulang sekolah.
Tetapi di sini? Kunci motor satu ini adalah kunci satu-satunya. Jika kunci ini hilang, bisa mati aku. Bagaimana caranya aku berangkat ke kampus kalau tidak ada kunci motornya?
Aku bersumpah di tengah-tengah kekesalanku, jika setengah jam lagi kunci ini tidak kutemukan, aku tidak akan berangkat ke kampus dan kembali tidur.
“Sudah coba cari di satpam, belum?” tanya teman sekamarku.
Astaga, mungkin kuncinya ketinggalan di motor dan satpam asrama menyimpannya? Semoga saja begitu.
Aku berlari ke luar kamar, menuju pos satpam di luar, di lantai satu. Ketika tergesa-gesa menuruni tangga, aku ingat aku bermimpi aneh tadi malam. Dalam mimpiku, aku terjatuh di sini, dan mematakan leherku menjadi dua. Sungguh, apakah itu sebuah pertanda? Semoga saja pertanda baik. Semoga saja kunci motorku ada di pos satpam.
Dan ternyata memang benar. Kunci motorku tertinggal kemarin sore, dan pak satpam yang sedang patrol mengambilnya, dan menyimpannya di pos. Untunglah, lebih baik begini daripada aku harus meninggalkan kelas hari ini hanya karena alasan konyol seperti kunci motor yang hilang.
Dengan langkah tergesa-gesa aku kembali ke atas, mengambil tasku, dan berlari menuju tempat parkir. Lima belas menit lagi kelasku akan dimulai.
Jogja, 4 November 2016